MELIHAT
kenyataan bahwa Khittah NU hasil Muktamar NU XVII di Situbondo mengalami banyak
hambatan dalam pemasyarakatannya, akibat semangat berpolitik praktis warga NU
yang tidak dibarengi dengan pemahaman yang utuh tentang politik dan jati diri
NU sendiri, maka Muktamar NU XVIII di Krapayak Yogyakarta tahun 1989 memutuskan
Pedoman Berpolitik Warga NU yang terdiri atas 9 butir:
1
1
Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti
keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara
menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945;
2
Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang
berwawasan kebangsaan dan menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang
senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita
bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir dan batin dan
dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di
akhirat;
3
Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan
nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa
untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan
bersama;
4
Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan
moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang
adil dan beradab, menjunjung tinggi Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
5
Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan
kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan
dan norma-norma yang disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah
dalam memecahkan masalah bersama;
6
Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk
memperkokoh konsensus-konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaq
al karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah;
7
Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apa pun,
tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah
persatuan;
8
Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik
warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling
menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap terjaga
persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama;
9
Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya
komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk
menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang
lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk
berserikat, menyatukan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.
Catatan Gus Mus:
Sembilan
butir Pedoman Berpolitik yang begitu indah, ternyata bernasib hampir sama
dengan sembilan butir Khitthah NU. Meskipun dari pihak-pihak di luar NU kedua
keputusan dari dua Muktamar NU itu mendapatkan sambutan dan sanjungan luar
biasa, ternyata di kalangan NU sendiri, sekedar membacanya saja, seolah-olah
enggan dan malas.
Akibatnya, kelakuan politik
warga NU yang terjun di politik pun tak bisa dibedakan dari yang lain. Seperti
kelakuan politik mereka yang tidak memiliki pedoman. Sama seperti sikap dan
perilaku umumnya warga NU yang tak bisa dibedakan dari yang lain. Seperti sikap
dan perilaku mereka yang tidak memiliki Khitthah.
Cobalah
singkirkan sebentar saja nafsu dan urusan kepentingan sesaat yang sedang mengkabuti
pikiran dan simaklah butir-butir pedoman politik tersebut dengan tenang,
pastilah Anda akan melihat betapa mulianya. Atau sekedar baca sajalah seperti
membaca koran, insya Allah indahnya pedoman itu akan tampak.
Kalau
awam NU —yang melek huruf sekalipun— tidak membacanya, masih bisa dimaklumi;
karena mungkin mereka belum terbiasa dengan budaya baca atau tidak tertarik
dengan persoalan politik. Tapi ‘elite NU’ yang sangat bersemangat berpolitk kok
tidak membaca pedomannya sendiri — sama dengan ‘elite NU’ yang berjalan tidak
di atas Khitthahnya— sungguh tak bisa dimengerti. Jangan-jangan mereka pun sebenarnya awam tentang NU atau awam tentang
politik, atau awam tentang keduanya. Atau memang kepentingan dunia terlalu
perkasa untuk dilawan? Semoga Allah merahmati dan memberi hidayah kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar