1.
NU sebagai jam’iyah diniyah
adalah wadah para ulama dan pengikut-pengikutnya yang didirikan, antara lain
berdasarkan kesadaran bermasyarakat, pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan
dengan 31 Januari 1926 dan bertujuan memelihara, melestarikan dan mengamalkan
ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, menciptakan kemaslahatan masyarakat,
kemajuan bangsa, dan ketinggian martabat manusia.
2.
Khittah NU adalah landasan
berpikir, bersikap dan bertindak warga NU ysng tercermin dalam tingkah laku
perseorangan maupun organisasi dan dalam setiap proses pengambilan keputusan (decision
making), berupa paham Islam Ahlussunnah wal jama’ah dan juga digali dari
sejarah khidmahnya dari masa ke masa.
3.
Dasar-dasar paham keagamaan NU
bersumber dari Alqur’an, as-Sunnah, al-Ijma, al-Qiyas, dan menggunakan jalan
pendekatan madzhab yang dipelopori Imam Abul Hasan al Asy’ari dan Imam Abu
Manshur al-Maturidy di bidang akidah, salah satu dari madhab, Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan hambali dibidang fiqih; dibidang tasawuf mengikuti antara lain:
Imam al-Junaid al-Baghdadi, Imam al-Ghazali
dan sebagainya. Dan NU mengikuti pendirian bahwa islam adalah agama
fitri, bersifat menyempurnakan dan tidak menghapus nilai luhur yang sudah ada.
4.
Dasar-dasar paham keagamaan NU tersebut menumbuhkan sikap
kemasyarakatan yang bercirikan tawasuth wal i’tidal
(tengan-tengah dan lurus), tasamuh (toleran), tawazun
(keseimbangan) dan amar ma’ruf nahi mungkar.
5.
Dasar keagamaan dan sikap
kemasyarakatan NU itu membentuk perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai
keikhlasan, mendahulukan kepentingan bersama, persaudaraan, persatuan,
kasih-mengasihi, ahlaqul karimah, kesetiaan, amal dan prestasi kerja,
ilmu pengetahuan dan para ahlinya, siap menyesuaikan diri dengan setiap
perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia. Kepeloporan dalam
usaha mempercepat perkembangan masyarakat, dan kebersamaan di tengah kehidupan
berbangsa dan bernegara.
6.
Ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan NU
meliputi antara lain, peningkatan silaturrahmi, peningkatan di bidang
keilmuan/pengkajian/pendidikan, penyiaran Islam/ pembangunan sarana
peribadatan/pelayanan social, dan peningkatan tarap serta kualitas hidup
masyarakat melalui kegiatan yang terarah.
7.
Ulama sebagai mata rantai pembawa
paham Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, selalu ditempatkan sebagai pengelola,
pengendali, pengawas dan pembimbing utama jalannya organisasi, sedangkan untuk
menangani kegiatan-kegiatannya, ditempatkan tenaga-tenaga yang sesuai dengan
bidangnya masing-masing.
8.
Sebagai organisasi
kemasyarakatan, NU senantiasa menyatukan diri dengan perjuangan nasional bangsa
Indonesia dan aktif mengambil bagian dalam pembangunan bangsa.
Sebagai
organisasi keagamaan, NU merupakan bagian tak terpisahkan dari umat Islam
Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip persaudaraan,
toleransi, dan hidup berdampingan dengan baik sesama umat Islam maupun sesama
warga negara yang berbeda agama, untuk mewujudkan cita-cita persatuan dan
kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
Sebagai
organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan, NU senantiasa berusaha secara
sadar menciptakan warga negara yang menyadari hak dan kewajibannya terhadap
bangsa dan negara. Sebagai Jam’iyah, NU secara organisatoris tidak terikat
dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan manapun.
Dalam hal warga
NU menggunakan hak politiknya, harus dilakukan secara bertanggung jawab,
sehingga dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokratis, konstitusional, taat
hukum, mampu mengembangkan mekanisme musyawarah-mufakat dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi bersama.
9.
Pewujudan khittah NU, dengan
seizin Allah, terutama tergantung kepada semangat pemimpin dan warga NU,
cita-cita hanya akan tercapai jika mereka benar-benar meresapi dan mengamalkan
Khittah NU ini.
Penjabaran:
Sebagai Jam’iyah Diniyah yang
berkewajiban amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan bermasyarakat, baik secara
pribadi maupun kelompok, NU tidak dapat mengelak dari tanggung jawab dalam
berperan serta membangun kehidupan politik bangsa Indonesia yang adil,
demokratis dan berakhlak mulia di atas landasan-landasan ketaqwaan kepada Allah
SWT. Oleh sebab itu, NU telah menetapkan landasan pembangunan politik bangsa,
serta pandangan dan sikap politik sebagaimana keputusan Muktamar ke-27 di
Situbondo.
Secara
garis besar, pembangunan politik bangsa yang ingin diupayakan oleh NU adalah
suatu tata kehidupan politik nasional yang memiliki ciri-ciri berikut:
1.
Mampu menjamin terwujudnya
masyarakat dan bangsa Indonesia yang adil dan makmur lahir batin, yang
menghormati nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, serta mendidik
kedewasaaan seluruh warga masyarakat dalam mencapai kemasla-hatan bersama.
2.
Mampu menjamin terpeliharanya
agama dan keya-kinan keislaman, serta larangan pemaksaan agama, terpeliharanya
perkembangan jiwa dan nyawa manusia secara layak dan terhormat, terpeliharanya
akal pikiran dari setiap bentuk perusakan dan penodaan, terpeliharanya masa
depan yang prospektif bagi gene-rasi penerus, serta terpeliharanya kepemilikan
harta benda yang sah.
3.
Mampu menjamin terbentuknya
jatidiri dan kepribadian manusia sebagai umat pilihan yang memiliki
sifat-sifat: berlaku jujur dan benar, dapat dipercaya dan tepat janji,
melaksanakan kewajiban dan menerima hak secara proporsional serta
tolong-menolong dalam kebajikan.
Dalam mewujudkan tata kehidupan
politik yang demikian, NU telah menetapkan pandangan dan sikap politik berikut
ini:
- Hak
berpolitik merupakan salah satu hak asasi setiap warga negara yang harus
dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pelaksanaan ajaran
Islam Ahlussunnah wal jama’ah.
- Pelaksanaan
hak berpolitik harus ditempatkan di dalam kerangka mengembangkan
kebudayaan politik bangsa Indonesia yang sehat dan bertanggung jawab.
- Praktek
berpolitik harus berada dalam kerangka integrasi bangsa dan tidak boleh
dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah
persatuan.
- Praktek
berpolitik harus dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, adil
sesuai dengan aturan dan norma yang disepakati, serta lebih mengedepan-kan
musyawarah dalam memecahkan masalah ber-sama.
- Praktek
berpolitik warga negara, khususnya warga NU yang berbeda aspirasi
politiknya harus berjalan dalam suasa persaudaraan, tawadlu dan saling
menghargai.
- Potensi
organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dari, oleh dan untuk masyarakat
sendiri, harus diberi ruang yang cukup dan dipupuk agar memiliki kekuatan
yang semestinya dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana kebebasan
berkumpul dan berserikat, serta menyalurkan aspirasi.
- Sebagai
organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang agama, NU tidak terikat
secara organisatoris dan struktural dengan partai/organisasi politik
manapun.
- Keanggotaan
warga NU dalam suatu partai/organisasi politik bersifat perseorangan dan
setiap warga NU dapat menyalurkan aspirasi mereka melalui partai/
organisasi politik yang mereka kehendaki, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan
peraturan-peraturan Jam’iyah.
- Keterpisahan
NU secara organisatoris dengan suatu partai/organisasi politik, diwujudkan
antara lain melalui larangan perangkapan jabatan kepengurusan harian
partai/organisasi politik manapun dengan kepengu-rusan harian di
lingkungan Jam’iyyah NU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar